Temaram
Aku tak pernah menyesal
sebab keptusanmu memilihnya. Yang aku selali adalah, bukankah itu menandakan
bahwa aku gagal menjadi satu-satunya yang berkediaman di lubuk hatimu?
Hari-hari setelah aku dan kamu tak lagi sepasang. Bulir-bulir rindu kerap menyamar
sebagai O2 yang menulusuk ke dalam pernapasan. Melewati rongga hidung, kerongkongan,
lalu menyelinap masuk ke jantung kemudian dipompa ke seluruh penjuru raga.
Sang Maha telah
menganugerahiku ingatan. Biarkan aku saat ini mensyukurinya. Dengan menengok,
menyapa, berjabat tangan dengan masa lalu, walau ingatan kelam dan berakhir
dengan kecewa. Jadi, Biarkan aku. Biarkan aku mencoba berdewasa, berdamai dan
membiasakan diri dengan segala bentuk renungan yang pernah terbit oleh asmara.
Hanya kepadamu lah egoku
bertekuk lutut.
Selamat. Sekali lagi
selamat. Kini, hari-harimu akan disanjung atas berbagai keberhasilan yang
selama ini kau perjuangkan. Di setiap perjumpaan kau akan dihujani jutaan gombalan merdu nan syahdu atas hubungan yang bernamakan
cinta.
Namun,
jika kau berdiri pada titik di mana lara menghampiri mu, datanglah, jenguklah
raga yang pernah kau dekap ini. Aku bersedia menjadi saksi. Seri wajahmu akan
ku pandang, tetesan tangismu akan kuusap, keluh kesahmu akan kudengar, rambutmu
akan kuraba, dan pundakku bersedia menjadi tempat peristirahatan kepalamu yang
kacau oleh berbagai pikiran.
"aku memang sebodoh itu,
untuk menunggu pulang
yang telah berpaling"
Tidak ada komentar: