Paras
Sekejap Usai
By Muhammad Eka Wahyudhi
Jika dirimu adalah sosok yang memilih pasangan dengan menilai tampan. Jika dirimu adalah wanita yang memilah sandingan dengan menyamankan tatapan. Jangan pernah mampir ke sini, apalagi membuat nyaman. Aku melarang bukan karena tidak mau, Tetapi aku tau bahwa nantinya dirimu akan menghilang.
Bukan, aku bukan peramal. Aku hanya terbiasa.
Tidak, aku tidak memerlukan motivasi "jangan cemas, kamu harus percaya diri bahwasanya kamu tampan di gadis yang tepat".
Halah basi!.
BASI!.
Berkaca, mengacak rambut sembari mengutuk ketidakberdayaan perasaan untuk memaafkan diri.
Maafkan aku, jika aku masih tetap menjadi penikmat sosial mediamu. Semakin ku tatap, semakin ku kecewa.
Sudahlah, tak usah khawatir.
Paling tidak dari sini aku bisa melihat jelas dirimu dengan merah pipimu, manis senyummu, indah matamu.
Aku juga yang salah. Ketika kau hadir menyapa, aku tak memastikan apakah itu benar-benar cinta atau hanya rasa penasaran. Hal itu berujung pada kecewa dan berakhir pada tiada lagi saling sapa.
Maaf, yah.
Kata yang sederhana namun juara. Begitu mudah diberikan, begitu sulit dilupakan.
Mungkin dibenakmu aku baik-baik saja. Tidak. Apa yang aku unggah pada cerita media sosial ku; senang, tertawa, bahagia, bukan berarti aku tak memendam kecewa. Mungkin menurutmu kita hanya sekejap, namun rasa begitu pekat.
Tenanglah, kau bahagia saja. Terluka itu bagianku.
beberapa kalimat terinspirasi dari buku Distilasi Alkena oleh Wira Nagara.
Tidak ada komentar: